Pecahnya Kristal Hati
Oleh
: Ratih Permatasari
“Lupakan
apa yang sudah terjadi selama setahun ini.” Seorang pria tampak
menahan emosinya. Gadis di depannya terkejut dengan apa
yang diucapkan pria tersebut, bukan ini yang dirinya ingin dengar setelah mereka
tak berjumpa selama hampir dua minggu.
“Tung…tunggu
dulu, apa maksudmu, Toni?” gadis tersebut tergagap.
Pria yang bernama Toni tersebut melirik
tajam, pandangannya dingin menusuk hati. “Nia…Nia…Kamu
masih belum mengerti apa yang aku maksud? Gadis secerdas kamu masih belum
paham?” Toni memandang dengan pandangan penuh celaan.
Nia
mundur selangkah mendapat serangan yang begitu mendadak. Kepalanya seakan
berputar, dadanya serasa sesak. Inikah akhir hubungan mereka? Mengapa
kekasihnya, pujaan hatinya berubah hanya dalam waktu dua minggu? Adakah hal
yang salah yang telah dirinya lakukan? Selama dua minggu ini Toni susah sekali
dihubungi, HP-nya selalu dalam kondisi mati, kalaupun diangkat
mereka hanya berbicara seperlunya, SMS pun sangat jarang dibalas. Harusnya
dirinya dapat membaca pesan terselubung ini sejak lama. Nia memejamkan matanya
sesaat, mencoba menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. “Apakah sudah ada pengganti diriku saat ini?”
tanyanya dengan suara bergetar.
Toni
mengibaskan lengannya, ia tersenyum sinis. Gadis yang satu ini memang susah
untuk dihadapi, tidak seperti mantan-mantannya yang terdahulu, yang dengan
mudahnya ia beri penjelasan. Toni memperhatikan sejenak, tak ada air mata yang
mengalir dari pipi gadis yang pernah menarik hatinya. Sungguh tegar
gadis ini, dirinya mengakuinya. Tapi inilah permasalahannya, semua hal yang ada
pada diri Nia selama ini memang membuatnya kagum, tapi tidak dengan rasa cinta
dan sayang yang coba dirinya tumbuhkan selama hampir setahun ini. Ternyata
dirinya mampu bertahan dengan gadis periang yang baik hati dan cerdas ini
selama itu. Apa yang menyebabkannnya mampu bertahan selama itu? Dirinya pun
merasa heran. Sahabat-sahabatnya sempat menganggapnya playboy insyaf karena
ternyata Nia mampu menaklukkan hatinya. Tapi itu jauh sebelum dirinya bertemu
Susan, gadis manis yang terlihat ringkih dan lemah yang seakan memerlukan
pertolongan dan perlindungannya. Berbeda dengan Nia yang tegar, mandiri dan
kuat.
“Sudahlah jangan membahas hal itu, tak ada
lagi namamu dihatiku,” ujar Toni. Toni
mengembuskan napasnya, sudah tak ada nama gadis ini lagi di hatinya? Apa
maksudnya? Apakah yang dia rasakan sebenarnya terhadap gadis ini?
“Jadi begitu?sudah tak ada lagi namaku
di hatimu? Benar-benar tak ada? Apa aku harus menyerah?” Nia berbisik perlahan
seolah setiap kata yang ia ucapkan ia tujukan untuk dirinya sendiri.
“Itulah yang terbaik,” ucap Toni terus terang.
“Terbaik untukku atau untukmu?” Nia
mengangkat wajahnya dan menatap Toni dengan pandangan tajam.
“Untuk kita berdua,” Toni berujar.
Nia
menarik napas perlahan, dirinya berusaha tegar, menahan setiap tetesan air mata
yang berlomba keluar dari matanya yang
indah. “Sia-sia sudah penantianku selama ini untuk bertemu denganmu.” Nia tersenyum sinis.
“Kuharap saat kita bertemu kembali kita dapat
berteman seperti biasanya,” kata Toni berusaha diplomatis.
Nia hanya terdiam,
ditatapnya taman yang penuh kenangan ini, lembayung senja menjadi saksi bisu pecahnya hati yang ia miliki. Tenggelamnya matahari di senja hari seperti kepergian perasaan Toni untuknya. Entah kapan dan siapa sosok yang akan hadir
nanti yang akan mampu mengambil setiap kepingan hatinya dan membuatnya menjadi
utuh kembali.
*Tulisan telah diedit seperlunya
*sumber tulisan https://pratih3.wordpress.com/2015/11/26/pecahnya-kristal-hati-oleh-ratih-permatasari/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar