Ngomongin
soal film “Birdman”
Karya: Sari Widiarti
Poster film Birdman |
Kali
ini mau menulis yang ringan – ringan saja di blog ini, masih boleh dong bahas
tentang salah satu pemenang OSCAR 2015 yaitu film Birdman (The Unexpected
Virtue of Ignore) yang menyabet 4 gelar pemenang yaitu Best Picture,
Cinematography, Directing dan Original screenplay). Wow banget ya penghargaan
yang diraih Birdman ini.
Akhirnya
penasaran dong seperti apa film Birdman itu, karena aku lebih suka nonton film
tanpa harus melihat trailer maupun review dari orang sekitar, akhirnya nonton
film benar – benar “kosong” nggak tahu jalan ceritanya seperti apa, siapa yang
memerankan, hanya tau genre film tersebut komedi dan sedikit drama. Jadi,
penilaian terhadap film ini benar – benar dari apa yang aku lihat, bukan
“terkontaminasi” dari orang lain.
Sekitar
lima belas menit, aku benar – benar masih belum “nyambung” apa yang disampaikan
oleh film Birdman ini, “menelan” perlahan – lahan, banyak karakter di dalam
film Birdman, entah itu anaknya yang kecanduan sejenis ganja, istri (atau teman
dekat) yang hamil kemudian meninggalkan si Birdman tersebut, teman – teman si
Birdman dalam pementasan opera yang sudah memiliki konflik tersendiri.
Oke,
mulai memahami si Birdman. Si Birdman ini merupakan esk bintang film si
Birdman. Setelah pension dia ingin melanjutkan karir (sebagai bukti eksistensi)
ke seni pertunjukkan (seperti drama boardway),
namun masih dibayang – bayangi oleh karakter Birdman yang dulu ia perankan.
Kehidupannya tak selancar yang ia harapkan, istrinya minta pisah, anaknya yang
kecanduan ganja kemudian memiliki hubungan dengan teman pementasannya (tidak
lain tidak bukan merupakan saingan si Birdman dalam pertunjukkan).
Kemudian…
Criiiiing…
Aku
gagal paham lagi.
Loooh, eh.. loh.. ini kok bisa
sulap gitu si Birdmannya.
Iya,
di film tersebut si Birdman dengan mudahnya memindahkan benda dengan dengan
menjentikkan jari. Entah apa maksundya, apakah itu hanya kiasan yang dibikin
oleh sutradara, atau emang benar si birdman bisa seperti itu.
Lama
kelamaan..
Eh… ini apaan lagi.. loh kok ada
Birdman beneran..
Iya,
kemudian muncul sosok Birdman sungguhan, sosok pria dengan kostum Birdman.
Mungkin ini hanya filosofi saja kalau si Birdman memang sedang berperang dengan
dirinya sendiri.
Ending
cerita yang bagus, si Birdman mendapatkan apa yang dia inginkan, kesuksesan
meskipun banyak yang ia korbankan, si Birdman benar – benar menjadi Birdman
yang terbang menjulang ke atas.
Meskipun
kira – kira 54% secara sadar nonton film, sisanya agak meragukan “Apa benar
maksud dari film Birdman ini sama dengan yang aku tangkap saat nonton filmnya.”
Banyak
filosofis di film ini, ibaratnya seperti tulisan surealisme, yang menggunakan
simbol atau ungkapan untuk menyampaikan maksud. ya istilah anak gaul sih, ada
kode – kode saat mau pendekatan.
Bagiku,
film seperti ini memang perlu ditonton dua kali, aku sendiri suka dengan film
yang gambling. Kalau bikin film misteri, horornya harus dapat, kalau mau bikin
film komedi, komedinya ya harus bikin ngakak, kalau mau bikin film yang mikir
ya harus yang bikin mengernyitkan dahi.
Sejujurnya
malah lebih mengandalkan film The Imitation Game, sebagai pemenang “Best
Picture” Karena benar – benar diluar dugaan. Tapi, ya sudah lah mungkin Birdman
banyak sisi yang lebih unggul. Banyak pelajaran juga yang bisa didapat dari
film ini.
“Terkadang
dibutuhkan kerja keras dan pengorbanan untuk meraih yang kita inginkan”.
“Tak
perlu banyak mendengarkan mulut orang tentang dirimu, dengarkan saja apa kata
hatimu.”
Sumber tulisan dan gambar diambil dari http://fiksisari.blogspot.com/2015/03/ngomongin-film-birdman.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar