HIJRAH HATI DI SENJA COPACABANA Karya Dias Shita |
Cover Hijrah Hati di Senja Copacabana |
Penulis : Dini Fitria
Penerbit : NouraBooks (PT Mizan Publika)
Penyelaras aksara : Naufal, Aulia Nur Rahma
Penyunting : Rina Wulandari
Penata aksara : Abd. Wahab
Perancang sampul : D.A.A
Tahun Terbit : Agustus 2014
Tebal : 334 hlm; 14x21 cm
ISBN : 978-602-1306-01-7
Harga : Rp 54.000
Rating : 5 dari 5 bintang
Sinopsis :
Andai aku tidak pergi ke Eropa, pasti aku bisa mendampingi Mama di hari-hari terakhirnya.
Sesal dan kehilangan telah menghapus senyum Diva. Selama beberapa minggu di kampung halamannya di Tanah Minang, Diva berupaya mengenang sekaligus belajar melepaskan. Namun, waktu tak menanti duka. Diva harus kembali bertugas.
Dikuatkannya hati menempuh tiga puluh lima jam perjalanan ke Amerika Latin. Hangatnya mentari menemaninya menjelajah Argentina, Meksiko dan Brasil. Semangat kelompok Muslim minoritas di tiga negara itu seolah-olah menularinya. Diva belajar makna kekuatan dari penari Tango, kasih sayang dari sebuah keluarga Indian, dan makna perjuangan dari para pemain sepak bola Muslim di sana.
Bertualang memang tak pernah mudah. Namun, dalam perjalanan kali ini, tantangan terbesar yang dihadapinya justru datang dari sosok yang ditemuinya saat di kampung halaman, pria dari masa lalu.
***
Sudah membaca sinopsisnya? Bagaimana reaksimu? Jujur saja kalau aku amat sangat penasaran dengan isi novelnya. Terutama sejak apa yang kubaca pada kalimat pertama.
‘Andai aku tidak pergi ke Eropa, pasti aku bisa mendampingi Mama di hari-hari terakhirnya.’
Kalimat yang sarat akan penyesalan itu seakan ikut menohokku. Itu baru kalimat pertama, bagaimana dengan isinyaa??. Lagi pula saat membaca kalimat itu, alhamdulillah mama masih tepat berada di sisiku (hingga kini).
Sampul buku ini alias covernya alhamdulillah unyu-unyu, elegan dan ngegemesin! Hhehe (aku turut partisipasi dalam pemilihan cover, lho! #gakpenting *ditimpuk*). See? *pokoknya harus setuju* hehe
Judulnya yang panjang dan unik membuat aku semakin penasaran. Hijrah hati? Kayaknya keren banget hati saja bisa hijrah, toh?
Kata demi kata yang tertulis diisinya begitu mengalir, menjelma menjadi kalimat yang mampu membuat pembaca (khususnya aku) ikut merasakan apa yang tokoh utama rasakan dan alami. Lembar demi lembar merangkai bab. Hingga aku akhirnya tersihir dan merasa telah menjelma menjadi ‘si tokoh utama’ yang sedang bercerita.
Beberapa bab awal membuat aku tak mampu membendung lagi gumpalan air berwarna bening yang sebenarnya tak kuizinkan mengalir membasahi pipiku. Ternyata kalimat yang ada di bagian ‘Thanks To’ sebelum cerita di novel ini dimulai bukan hal yang main-main. Ketika penulis mengatakan, “Mari kita susuri lembaran novel #2 ini dalam kesyahduan atau gulana yang tak berkesudahan.”
Ya! Aku galau habis-habisan membaca lembar demi lembar novel ini. Pekerjaan Diva, si tokoh utama, yang bekerja sebagai wartawan televisi mampu merekam jejak tiap latar tempat yang disinggahinya dengan sangat baik sehingga pembaca dapat berkelana juga ke tiga negara yang dijelajahi Diva. Terasa tampak sangat nyata! Amazing!
Kehilangan orang yang teramat dicintai memang sangat berat, dan sulit terobati. Lewat Diva, penulis mengungkapkan kerasnya hati manusia yang sulit merelakan, melepaskan, bahkan memaafkan. Cerita yang dikemas secara ringan, gurih (memadukan salah satu kebudayaan di Indonesia dan kisah perantauan) dan sarat akan makna hidup. Keren!
Diva, anak bungsu dari lima bersaudara itu teramat dekat dengan mamanya. Hingga kehilangan orang yang teramat dicintainya itu menjadi kubangan duka yang mendalam. Konflik batinnya bermula ketika pertemuannya kembali dengan seorang pria dari masa lalu, ayahnya. Yang ia anggap telah mengguratkan masa lalu yang kelam untuknya. Lantas bagaimana akhir kisah Diva bersama ayahnya? Kamu bisa menemukan jawabannya sendiri di buku ini!! Banyak kejutan-kejutan di tiap halamannya juga, lho.
Waktu terus bergulir dan sakit tetap mengukir...*loh jadi liriknya Nidji? *ditoyor*
Diva harus kembali bertugas, beruntungnya ia diperbolehkan memilih negara mana yang akan ia jelajahi. Ia menjelajahi tiga negara, Argentina, Meksiko dan Brasil. Targetnya adalah bertemu dan dapat meliput mengenai saudara seiman, Muslim, yang menjadi minoritas di negara yang mayoritas non-Muslim.
Berbagai kendala ia hadapi, dari mulai hal remeh hingga pertaruhan liputannya. Tapi Allah rupanya selalu benar, ia tak pernah tidur. Selalu ada ‘malaikat’ dalam setiap perjalanannya. Beruntungnya...
Hingga ia menemukan fakta-fakta kehadiran Allah yang selalu memberi jalan atas setiap usaha dan doa. Serta fakta bahwa keadaan Muslim di Indonesia memang jauh lebih beruntung dibanding negara-negara tersebut.
Ada juga pengenalan sekaligus pengetahuan tentang adat Minang (Padang) yang dikemas tidak kalah menarik, berhubung Diva terlahir di Tanah Minang. Beberapa percakapan dengan bahasa Minang juga jadi kesan yang unik ketika membacanya.
Jujur saja setiap guratan catatan yang ditulis Diva di buku catatan kecil yang selalu dia bawa itu selalu mengharu biru..
Oh iya, banyak quotes-quotes yang bertebaran di tiap halaman buku ini (hingga aku bingung harus mengutip yang mana.. :D ). Baiklah ini contohnya:
“Jika cinta adalah api, lalu ke manakah kudapatkan mata air yang kan membasuh luka-lukaku?”
“Jangan menyesali hidup. Itu namanya tidak mensyukuri nikmat. Ada orang yang lebih susah dan menderita dibanding kau. Orang hebat itu tidak dilahirkan karena kesenangan, tapi kesulitan dan penderitaan.”-Maktuo (hlm.17)
“Ternyata kesenangan dunia itu tak menjamin kebahagiaan. Pengalaman mengajarkanku bahwa sesuatu yang gemerlap belum tentu menawarkan kenikmatan. Semua yang kuraih hanya sekadar memuaskan nafsu semata.”
Hidup tanpa mengenal jati diri sama halnya dengan berjalan tanpa memiliki tujuan.
“Menutrisi jiwa tanpa campur tangan orang lain”
“Kenikmatan dan kesenangan yang kuinginkan itu justru datang pada saat aku tak lagi memenangkan pertandingan. Kekalahan demi kekalahan telah membuka mataku tentang arti hidup yang sebenarnya. Ternyata apa yang kumiliki dan rasakan tak lebih dari kesemuan. Mungkin sudah fatwa alam bahwa hakikinya sebuah ketulusan dalam pertemanan dan percintaan itu hanya bisa dilihat saat kita mengalami kesusahan.”
“Hidup ini ibarat menulis sebuah buku. Tak penting seberapa bagus dan menarik cerita yang telah kamu tuliskan, tapi seberapa besar usahamu mengambil hikmah dari lembaran sebelumnya. Selama hidup, kita akan terus belajar. Aku percaya Tuhan ingin mengajarkan sesuatu yang memang tak bisa kumengerti sekarang, tapi kelak akan kusyukuri. Makanya aku berusaha tidak menyesal dan mengeluh atas semua yang sudah terjadi.”
Oke sudah segitu saja bocoran quotesnya yah.. Temukan sendiri, lalu buktikan! :)
Ada juga yang seperti ini nih yang bikin aku nangis:
“Ma, percayalah, Diva akan mengenang kebersamaan kita dalam setiap denyut nadi dan tarikan napas. Tak ada satu pun keadaan yang berhak memisahkan cinta kita. Gundukan tanah ini bukan akhir dari segala kebersamaan kita. Tidak ada rasa yang boleh mati mesti dunia kita telah berbeda. Maafkan atas segala yang tak mamu Diva wujudkan. Kini, sudah tidak ada lagi yang bisa menyakiti mama. Tidurlah dengan tenang, Ma. Semua sudah berakhir. Sekarang dan untuk selamanya.”-Diva (hlm. 14)
Waduuh, terkuak semua sisi melankolisku kalau sudah membahas tentang ‘mama’. Aku jadi terus membayangkan bagaimana ketika saat-saat yang dialami Diva menimpaku, tanpa mama. :’(
Jangan khawatir bagi yang bukan Muslim. Novel ini memang menceritakan mengenai Muslim, tapi tidak sedikit pun mendoktrin tentang Islam. Penulis cenderung menggambarkan ‘kondisi’ bukan ‘menceramahi’. Gaya cerita penulis malah membuat kagum akan keindahan-keindahan destinasi dan segala konflik batin serta penyelesaiannya. Jadi novel ini recommended untuk siapa saja dan tidak membatasi agama ya, kawan! :)
Dan setelah membaca buku ini, rasanya aku pengen banget belajar bahasa Arab, Spayol, dan Portugal! Pengen travelling juga aaaaaaaaaa (Heiiit!!! Bahasa Inggris aja belum bisa *dilempar sendal* -_- ).
Typo-typo yang ada di buku ini juga tidak menghilangkan kenikmatan mengikuti alur ceritanya kok..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar